Minggu, 13 Mei 2012

SAUDARA DAN KEPONAKAN TERCINTA SEMOGA TETAP MENJADI JIWA YANG BERFRESTASI....""






NIDA KAMALIA 

RAISYA FITRIANA



RIFANSYAH

MAKALAH RITUAL DAN INSTITUSI DALAM ISLAM





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Disamping itu ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci, dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. (Djamari, 1993:35)
Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual keagamaan dilatarbelakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sakral, menimbulkan ritual. Oleh karena itu, ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat. Dilakukan sesuai dengan ketentuan, yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan seuai dengan ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya akan hadirnya sesuatu yang sakral.
Dalam kepustakaan sosiologi di tanah air kita terdapat beberapa istilah yang  berhubungan dengan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan dari istilah asing social institution. Namun untuk menentukan padanan yang  tepat dalam bahasa Indonesia mengenai social institution ini, para pakar ilmu-ilmu sosial belum dapat kata sepakat. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah tersebut adalah pranata sosial. Karena ia menunjukan pada adanya unsur-unsur yang mengatur tingkah laku para anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas manusia untuk memnuhi berbagai kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Menurut pengertian ini, lembaga adalah sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.
Padanan lain yang diusulkan oleh ahli ilmu sosial adalah bangunan sosial (terjemahan dari soziale gebilde dalam bahasa jerman). Istilah ini jelas menggambarkan bentuk dan susunan social institution itu.
Dari uraian di atas tampak bahwa istilah lembaga mengandung dua pengertian: pertama adalah pranata yang mengandung arti norma atau sistem, kedua adalah bangunan.

B.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.        Mengetahui konsep ritual dalam Islam
2.        Mengetahui konsep institusi dalam Islam

C.  Identifikasi
Sesuai dengan latar belakang maka dapat diidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.        Pengertian ritual dalam Islam
2.        Macam-macam ritual dalam Islam
3.        Pengertian institusi dalam Islam
4.        Fungsi dan unsur-unsur institusi dalam Islam
D.  Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian ritual dan institusi dalam agama Islam
2.        Apa saja tujuan ritual dalam agama Islam
3.        Apa saja fungsi institusi dalam agama Islam
4.        Apa saja contoh ritual dan institusi dalam agama Islam.

E.  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode pustaka yaitu menggunakan buku-buku sebagai sumber belajar dan referensi.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      KONSEP RITUAL DALAM ISLAM
1.    Pengertian Ritual
Ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala atau pun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis.
2.    Tujuan Ritual
Dari segi tujuan, ritual islam dapat dibedakan menjadi tiga pula, yaitu:
a.    Yaitu ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi;
b.    Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan didunia ini;
c.    Ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukannya;
3.    Macam-macam ritual
a.    Ditinjau dari tingkatannya dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan:
1)        Ritual islam yang primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat islam. Umpamanya, shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ni disepakati oleh para ulama karena berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist Nadi Muhammad Saw.
2)        Ritual islam yang skunder adalah ibadah shalat sunnah, umpamanya bacaan dalam rukuk dan sujud, shalat berjama’ah, shalat tahajjud, dan shalat dhuha.
3)        Ritual islam teritier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunnah. Umpamanya, dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam Al-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda , “orang membaca ayat kursiy setelah shalat wajib, tidak tidak akan ada yang menghalanginya untuk mauk syurga. Meakipun ada hadist tersebut, ulama tidak berpendapat bahwa bacaan ayat kursiy setelah shalat wajib adalah sunnah. Karena itu, membaca ayat kursiy setelah shalat wajib hanya bersifat tahsini.
b.    Meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut:
1)        Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.
2)        Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3)        Ritual sebagai ideologis /mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak, dan tanggung jawab yang baru.
4)        Ritual sebagai penyelamatan (salvation), mislalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal seolah-olah menjadi orang baru, ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.
5)        Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Secara umum, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam al-Quran dan sunnah, dan  ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam al-Quran maupun dalam sunnah. Salah satu contoh rirual bentuk pertama adalah shalat, sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, perinngatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw (muludan Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga ketika salah satu anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.
B.  KONSEP INSTITUSI DALAM ISLAM
1.    Fungsi dan unsur-unsur institusi
Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukumekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
a.    Memberikan pedoman dalam masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
b.    Menjaga stabilitas keamanan masyarakat
c.    Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan diatas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yanng ada dimasyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. page, dalam bukunya anng berjudul Society: An Introduktory Analysis yang ditulis dan disadur oleh SeloSoemardjan dan Soelaeman soemardi (1964:78), elemen institusi itu ada tiga: pertama, association;, kedua, characteristic institution; dan ketiga, special intereset.
Assocition merupakan wujud kongkrit dari institusi. Ia bukan sistem nilai teapi merupakan bangunan darisistem nilai. Ia adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasyarakatan, sedangkan Institut Agama Islam Negeri Sunan Hunung Djati, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Pedjadjaran, Universitas Airlangga adalah associaton
Charakteristic institution adalah sistem nilai atau norma tetentu yang dipergunakan oleh suatu association. Ia dijadikan landasan dan tolok ukur berprilaku oleh masyarakat assosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic institution yang mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis pelanggaran.
Special intereset adalah kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi.
Sebagai sebuah gambaran ringkas, kita lihat contoh berikut ini: keluarga merupakan asosiasi tang didalamnya terdiri atas beberapa anggota keluarga. Para anggota keluarga terikat oleh aturan-aturan yang telah sama-sama disepakati. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
2.    Institusi Islam Dan Contoh Institusi Islam Di Indonesia
Sistem norma dalam agama islam bersumber dari firman Allah swt dan sunnah Nabi Muhamad saw. Ia merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan dunia dan akhirat.
Daya ikat norma dalam islam tercermin dalam bentuk, mubah, mandub, wujud, makruh, haram. Dalam terminologi ilmu Ushul Fikh, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat sanksi. Mamdub mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan mendapat pahala. Wujud adalah perilaku yang harus dilakuakan sehingga seseorang yang mengrejakan perilaku wujud akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi.
Makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya; dan yang tidak melanggarnya tidak diberi pahala. Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), shalat, zakat, puasa (saum), dan haji. Norma muamlah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pidana dan politik. Adapun norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah swt dan akhlak tehadap makhluk.
Norma-norma dalam islam yang merupakan Charakteristic Institution, seperti yang  disebutkan diatas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau wujud kongkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia didunia dan akhirat; karena onstitusi didalam islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat islam.
Dari paparan singkat diatas, dapat dikemukakan beberapa contoh institusi dalam islam yang ada di Indonesia, seperti institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan; institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah; institusi eonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Muamalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT); institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS); dan institusi dakwah yang diasosiaikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhu kebutuhan masyarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan nonfisik.
Sebagai sebuah norma institusi itu bersifat mengikat. Ia merupakan aturan yang mengatur warga kelompok di masyarakat. Di samping itu, ia pun merupakan pedoman dan tolak ukur untuk menilai dan memperbandingkan dengan sesuatu.
Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai dengan keperluan dan kebutuhan masyarakat. Maka lahirlah, umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan. Kelompok norma pendidikan yang melahirkan institusi pendidikan. Kelompok norma hukum melahirkan institusi hukum, seperti peradilan. Dan kelompok norma agama yang melahirkan institusi keagamaan.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways); ketiga, tata kelauan (mores) dan keempat, adat istiadat (custom).
Usage menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan memikat norma usage adalah paling lemah dibanding dengan tingkatan norma lainnya.
Folkways merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama; menggambarkan bahwa perbuatan  itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepda yang lebih tua dianggap sebagai suatu penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat.
Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daripada folkways dan usage.
Norma tata kelakuan (mores) yang terus menerus dilakukan sehinggga integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat ketahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom akan menderita karena mendapat sangsi yang keras dari masyarakat.(Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964:61-2)
3.    Konsep institus dalam Islam
a.       Pengertian  institusi
Dalam bahasa inggris dijumpai dua istilah yang mengacu kepada pengertian institusi (lembaga), yaitu institute dan institution. Istilah yang pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai sutau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, 1995:1)
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social institution. Akan tetapi, soerjono soekanto (1987:177) menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan istilah Inggris tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial, seperti dituturkan oleh Koentjaningrat (1980:179), adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pad sejumlah aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, menurut beliau, lembaga masyarakat adalah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti social institution adalah bangunan sosial. Ia merupakan padanan dari istilah jerman, yaitu siziale gebilde. Terjemahan ini nampak jelas menggambarkan bentuk dan struktur social institution.
Pengertian-pengertian social institution yang  lain yang dikutip oleh soejono soekanto (1987:179) adalah sebagai berikut:
1)        Menurut Robert Mac Iver dan Carles H. Page, sicial institution adalah tatacara atau prosedur yang diciptakan untuk mengtur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan
2)        Howard Becker mengartikan  social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
3)        Sumner melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, social institution ialah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Dari paparan singkat mengenai pengertian  institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung arti pranata; dan kedua, bangunan. Menurut Sumner, sebagaimana dikutip oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 67), an institution consits of a concept idea, notion, doctrin, interest and a strukture.

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1)   Ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala ataupun pejelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis.
2)   Tujuan ritual
Dari segi tujuan ritual islam dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.       Ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebaagiaan ukhrawi.
b.      Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini; dan
c.       Ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang telah dilakukan
3)   Macam-macam ritual
a)        Di tinjau dari tingkatannya dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan:
1.         Ritual islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat Islam
2.         Ritual islam yang skuder adalah ibadah shalat sunnah, umpamanya bacaan dalam ruku dan sujud, shalat berjamaah, shalat tahajjud dan shalat dhuha.
3.         Ritual islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunnah.
b)        Ritual ditinjau dari segi pangkarannya yakni sebagai berikut:
1.         Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.
2.         Ritual sebagai terapi, seperti untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3.         Ritual sebagai ideologis – mitos dan ritual bergabung untuk mengendalikan suasana,perasaan hati, niai, sentimen, dan perilaku untuk kelompok yang baik, misalnya: upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi elompok terhadap status, hak dan tanggung jawab yang baru;
4.         Ritual sebagai penyelamatan (sal vation), misalnya seorang yang mempunyai pengalaman yang mistikal, seolah-olah menjadi orang yang baru ; ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi hubungan dengan dunia profan.
5.         Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghimpunan kembali).
Institusi dalam bahasa inggris dijuampai dua istilah yang mengacu kepada pengertian institusi (lembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan kepada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenui kebutuhan. (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud , 1995:1).
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah inggris, social institution. Akan tetapi, Soerjono Soekanto (1987:177) menjelqskqn bahwa sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan istilah inggris tersebut.ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang  mengatur tingkah laku masyarakat. Pranata sosial seperti yang dituturka oleh koentjaraningrat (1980:179) adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, menurut beiau lembaga kemasyarakatan adalah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti social institution adalah bangunan sosial. Ia merupakan padanan dari istilah jerman, yaitu Siziale Gebilde. Terjemahan ini tampak jelas menggambarkan bentuk dan struktur social institution.
Dari paparan singkat menggenai pengertian institusi dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung pranata; dan kedua, bangunan.
Tujuan institusi secara umum adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia seperti kebutuhan keluarga, hukum, sosial, politik dan budaya.
Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1.         Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
2.         Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat
3.         Memberikan pedoman kepda masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan merek.
Beberapa contoh institusi dalam islam yang ada di Indonesia, seperti Kantor Urusan Agama (KUA), dan Peradilan Agama, Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT), Badan Amil Zakat Dan Shadaqah (BAZIS), dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
B.  SARAN
Sekiranya bagi saudara/i yang membaca makalah ini dapat memberikan masukan-masukan dan penjelasan pada kami cara yang baik dala pembenahan makalah ini.

Sabtu, 12 Mei 2012

MAKALAH AL-QUR'AN DAN HADIST SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM



OLEH : SYAHRUDIN
BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah pedoman manusia khususnya Ummat Muslim yang telah ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik didunia maupun diakhirat kela. Al-Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya. konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan  Al-Hadist selalu relevan dengan problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang Al-Qur’an sangat penting dilakukan.
B.    RUMUSAN MASALAH
karena luasnya pembahasan tentang Al-Qur’an dan al-hadist ini. Maka didalam makalah ini kami hanya akan membahas tentang:
1.       Pengertian Al-Qur’an
2.       Fungsi Al-Qur’an
3.       Pendekatan Memahami Al-Qur’an
4.       Ulumul Qur’an
5.       Pengertian Hadist Dan
6.       Fungsi Hadist , Unsur-unsur Hadist, Macam-macam Hadist.


BAB II
PEMBAHASAN
A.   AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM
1.    PENGERTIAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an menurut bahasa (etimologi), mempunyai arti yang bermacam-macam, salah satunya menurut pendapat yang lebih kuat, Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Pendapat itu beralasan karena Al-qur’an adalah masdar dari kata dasar Qara’a Yaqra’u yang artinya membaca. Al-Qur’an dalam Arti membaca ini dipergunakan oleh Al-Qur’an sendiri.[1]

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyaamah : 16-18
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)Nya”
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.”
“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”

Ayat-ayat lain yang senada dengan firman Allah tersebut diatas dapat kita temukan pada:
Surat Al-a’raf: 204, surat An-nahl: 98, surat Al-isra: 17dan 106, surat Al-muzammil: 20, surat Insyiqaq: 21.
Menurut makna yang terkandung dari ayat diatas Qur’an itu diartikan sebagai bacaan, yakni kalam Allah yang dibaca dengan berulang-ulang. Ayat-ayat tadi juga menjadi dalil bahwa kata Al-Qur’an itu sendiri adalah kalam Allah.
Adapun definisi Al-Qur’an secara istilah (terminologi), Muhammad Ali Ash-shabuni menulisnya bahwa “Al-qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat jibril as, dan ditulis pada mushab-mushab yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah yang dimulai dengan surat Al-fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.[2]
Bagian yang lain menyebutkan bahwa Al-Qur’an ialah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Muhammad saw yang disampaikan kepada kita secara mutawatir yang diperintahkan membacanya yang menentang setiap orang (untuk menyusun walaupun dengan membuat) surat yang terpendek daripada surat-surat yang ada didalam nya.
Dari dua buah definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa apa yang disebut Al-Qur’an itu mempunyai kriteria-kriteria seperti:
a.       Al-Qur’an adalah Firman Allah swt
b.      Al-Qur’an yang merupakan firman Allah itu berbahasa Arab, oleh karena itu Al-Qur’an yang ditulis atau dilafalkan tidak dalam bahasa arab tidakdisebut Al-Qur’an.
c.       Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat jibril, dengan demikian hadist bukanlah Al-Qur’an karena Hadist tidak melalui perantaraan Jibril lagi pula hadist bukanlah Firman Allah yang diucapkan dengan bahasa Nabi sendiri.
d.      Al-Qur’an sampai kepada kita dengan jalan mutawatir artinya Al-Qur’an yang diterima oleh nabi muhammad dari Allah melalui Jibril itu. Beliau ajarkan kepada orang banyak pula begitu seterusnya, sehingga akhirnya sampai kepada kita dari orang banyak kepada orang banyak ini merupakan jaminan bagi kebenaran/ keautentikan Al-qur’an, sebab tidak mungkin orang banyak sepakat untuk berdusta. Bukan Al-Qur’an kalau hanya diriwayatkan oleh seseorang atau beberapa orang saja.
e.      Al-qur’an adalah Mukjizat Nabi Muhammad Saw yang bersifat memberikan tantangan kepada siapapun yang tidak percaya terhadap kebenaran kewahyuannya. Mereka ditantang untuk menandingi atau mengalahkan Al-Qur’an, sekalipun hanya dengan membuat satu surat yang paling pendek, namun tidak mungkin Al-Qur’an dapat ditandingi sebab kalau dapat ditandingi bukanlah mukjizat namanya.
f.        Al-Qur’an ditulis didalam Mush-haf. Selain Al-Qur’an itu kitab suci yang paling banyak dibaca (artinya memang bacaan). Ia juga ditulis dalam Mush-hab dan penulisan telah dikerjakan sejak masa Nabi Muhammad kerena selalu ditulis ini lah Al-Qur’an juga disebut Al-kitab. Dewasa ini mush-haf Al-Qur’an juga disebut Mush-haf Usmani kerena penulisannya mengikuti metode Usman Bin Affan.
g.       Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca (selain itu tentunya untuk dipelajari atau diamalkan), kerena perintah, berarti membaca Al-Qur’an adalah ibadah pahala. Dalam Hadist Riwayat Tarmidzi diterangkan bahwa, satu huruf Al-Qur’an dibaca, pahalanya berlipapt sampai sepuluh kali. Hanya Al-Qur’an yang mendapat perlauan istimewa seperti ini.
h.      Al-Qur’an diawali dengan surat Al-fatihah dan di akhiri dengan surat An-Nas. Lampiran-lampiran diluar itu seperti ilmu tauhid, keterangan-keterangan yang menjelaskan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an, bukanlah Al-Qur’an.
2.    FUNGSI AL-QUR’AN
Sumber ajaran taiap agama adalah kitab suci, begiitu pula agama islam, Al-Qur’an adalah sember ajaran agama islam, sumber norma, dan hukum Islam yang pertama dan utama.inilah fungsi utama Al-Qur’an. Itulah sebabnya Nabi Muhammad Saw. Bersabda didalam Hadist Riwayat Malik, ‘’sesungguhnya telah kutinggalkan untukmu dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. (HR. Malik).
Al-Qur’an sebaga sumber pertama norma dan hukum islam dapat dijabarkan kedalam fungsi-fungsi yang lebih rinci;
a.       Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia, secara keseluruhan. Yakni petunjuk jalan yang lurus, petunjuk kebenaran yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang.
b.      Al-Qur’an adalah pembeda antar yang haq dan yang bathil, antara yang  benar dan yang salah atau yang baik dan yang buruk. Fungsi ini sesuai dengan name lain dari Al-Qur’an Al-furqon (pembeda).
‘’Maha besar allah yang menurunkan Al-furqon kepada kepada hamba-Nya, agar menjadi juru pengingat bagi seluruh alam” (Qs. Al-furqon: 1). Dan juga seperti surat Ali imran: 3-4, dan Al-baqarah: 185).
c.       Al-Qur’an berfungsi sebagai peringatan bagi seluruhummat manusia. Fngsi ini juga sesuai dengan nama lain yang dipakai oleh Al-Qur’an yaitu Adz-Dzikr.
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an itubenar-benar menjadi peringatan bagi orang yang bertaqwa” (Qs.Haqqah: 48) dan juga seperti surah Al-Hijr: 9, surah Shad: 1-29, surah Yaasin: 69, dan surah Al-An’am: 90.
d.      Al-Qur’an sebagai obat (penyembuh) bagi penyakit kejiwaan. “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pengajaran dari tuhanmu dan obat bagi apa yang ada didalam hatimu dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs. Yunus: 57).
Dan juga seperti surat Al-isra: 82, Qs. Fush-shilat: 44, dan sabda Nabi yang berbunyi “hendaklah kamu mengambil dua macam obat, yaitu madu dan Al-Qur’an (HR. Ibnu Majjah Dan Al-Hakim, dari Ibnu Mas’ud, ra.)
e.      Al-Qur’an merupakan pengajaran atau nasihat (mau’idhah) bagi manusia. “(Al-Qur’an ) ini adalah keterangan yang jelas bagi manusia dan petunjuk serta pengajaran (mau’idhah) bagi orang-orng yang bertaqwa” (Qs.Ali-imran: 183). Dan juga seperti surah yunus :57
f.        Al-Qur’an adalah korektor bagi kitab-kitab suci yang sebelumnya atau korektor bagi pengakuan yang dilakukan oleh manusia dalam agama mereka.
g.       Al-Qur’an merupakan bahan renungan atau pemikiran bagi orang-orang yang mau berpikir untuk mendapatkan pelajaran yang berharga. (ini adalah) ketik yang kami turunkan kepada engkau yang penuh berkah agar mereka suka merenungkan ayat-ayatnya, dan agar orang-orang yang berakal mendapat pelajaran (Qs. Shad: 29) dan juga seperti surat An-nisa: 82, dan Al-mu’minun: 68)
h.      Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan yang  sangat menarik untuk dikaji dan dipelajari sepanjang masa.
Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw, yaitu mukjizat yang paling besar dari sekalian mukjizat lain yang pernah ada.
Al-Qur’an diturunkan supaya menjadi mukjizat mengembangkan risalah dan menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari tuhan. Untuk itu, Allah menurunkan Al-Qur’an yang susunan arti hukum-hukum dan pengetahuan yang dibawakannya mengandung unsur-unsur mukjizat.
3.    BEBERAPA PENDEKATAN MEMAHAMI AL-QUR’AN
a.    Al-Qur’an
Untuk memahami kandungan Al-Qur’an yang luas dan tinggi para ulama tafsir menggunakan berbagai metode dan corak yang beagam. Para ulam terdahulu cenderung menggunakan metode talili sebagai mana yang sering ditemui dalam karya-karya tafsir. metode tahlili merupakan suastu metode yang digunakan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat-demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mush-haf usmani.
para ahli tafsir mutakhir melahirkan gagasan untuk mengungkap petunjuk Al-Qur’an terhadap suatu masalah tertentu dengan cara menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari beberapa surat yang berbicara tentang topik yang sama untuk kemudian dikaitkan antara satu ayat denngan ayat lainnya sehingga akhirnya dapat diambil kesimpulan menyeluruh tentang suatu masalah sesuai petunjuk Al-Qur’an. cara menafsirkan Al-Qur’an bentuk ini disebut dengan metode maudhu’i.
metode maudhu’i belakangan ini banyak diminatiahli tafsir, karena metode ini memudahkan untuk menjawab problematika masyarakat yang komleks dan berkembang cepat.[3]
1)    Menggabungkan antara Riwayat dengan Dirayah
Prinsip pertama manhaj ini adalah menggabungkan antara Riwayat dengan Dirayah. jika ada tafsir yang berfokus pada riwayat dan atsar, dan ada pla yang berfokus pada dirayah dan perenungan pemikiran. maka tafsir yang paling tepat adalah mensintesiskan antara riwayat dan dirayah, menyatukan antara dalil manqul (dalil naqli) yang shahih dan hasil pemikiran yang jelas. dan meracik antara warisan salaf pengetahuan kaum khalaf.
Diantara ulama mutakhir adalah Imam Muhammad Bin Ali Asy-Syaukani (1250 H) dalam kitabnya Fathul Qadir Al-Jami’ Baina Fannai Ar-riwayah Wad-dirayah Fit-tafsir.
Dalam mukkadimah tafsirnya, ia menjelaskan tentang manhaj yang ia pilih, dan menjelaskan kerakteristiknya. ia berkata bahwa mayoritas mufasir terbagi menjadi dua kelompok, dan mengikuti dua jalan: kelompok pertama,  dalm tafsir mereka hanya memfokuskan dari pada riwayat, dan merasa cukup dengan mengangkat riwayat ini. kelompok kedua, memusatkan perhatiannya dalam menafsirkan Al-Qur’an pada pengertian yang diberikan oleh bahasa Arab, dan ilmu-ilmu teknis lainnya dan tidak memberikan tempat bagi riwayat dengan baik, meskipun mereka mengutipnya namun mereka tidak mngunggulkannya sama sekali.
2)    Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Prinsif kedua manhaj ini adalah menafsirkan Al-Qur’an, dengan Al-Qur’an kerena Al-Qur’an satu bagian arinya saling membenarkan bagian lainnya. dan satu bagian menafsirkan bagian lainnya.
3)    Tafsir Al-Qur’an dengan sunnah yang shahih
Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Mukaddimah fi ushul tafsir.
“Cara penafsiran yang shahih adalah Al-Qur’an menafsirkan Al-Qur’an. apa yang disebut secara Ijmal (global) pada suatu tempat diperinci pada tempat lain, dan apa yang disebut secara simpel pada suatu tempat dijelaskan pada tempat lain.”

Jika engkau tidak menentukan itu, maka engkau mengambil sunnah, kerena ia adalah penjelas Al-Qur’an. bahkan, imam syafi’i berkat bahwa seluruh apa yang dihukumkan oleh Rasullullah saw, adalah dari apa yang beliau dapat dari Al-Qur’an. Allah swt berfiman Surah An-Nisa :105.
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan pembawa kebenaran, supaya kamu mengadli antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah). karena membela orang-orang yang khianat.” (QS.An-nisa :105)
4)    Mempergunakan tafsir sahabat dan tabi’in
5)    Mengambil kemutlakan bahasa
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa arab;
Artinya : Denngan bahasa Arab yang jelas (Asy-syu’ara: 195)
maka penafsiran wajib disamping melakukan prinsip-prinsip sebelumnya, menafsirkan lafal sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh bahasa arab dan penggunaannya, yang sesuai dengan kaidahnya dan balagah Al-Qur’an menjadi mukjizat.
6)    Memperhatikan konteks kalimat
Diantara prinsip yang penting dalam memahami Al-Qur’an dengan baik dan menafsirkannaya dengan benar adalah memperhatikan konteks ayat ditempatnya dalam surah Al-Qur’an dan kontek kalimat ditempat dalam ayat. ayat itu harus dikaitkan dengan konteksnya yang ada. ia tidak boleh diputus hubungannya dengan yang esebelumny dan yang setelahnya, untuk kemudian diseret untuk memberikan makna tertentu atau memperkuat hukum tertentu yang dilakukan dengan sengajaoleh orang yang mempunyai tujuan tertentu.
7)    Memperhatikan Asbaabunnuzul (sebab turunnya ayat)
Diantara prinsip dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an adalah memperhatikan asbaabunnuzul. seperti diakui oleh ulama, Al-Qur’an diturunkan pada dua bagian, bagian pertma, bagan yang diturunkan secara spontan (tanpa dua bagian tertentu), ia adalah mayoritas isi Al-Qur’an. bagian kedua, diturunkan setelah adanya kejadian tertentu atau adanya pertanyaan. pada sepanjang masa turunnya wahyu, yaitu 23 tahun.
8)    Menjadikan Al-qur’an sebagai rujukan utama dalam mencari pemahaman.
Orang yang ingin memahami Al-Qur’an dan menafsirkannya harus mengosongkan diri dari keyakinan dan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya. tidak memaksakan kehendak dirinya terhadap Al-Qur’an dan menafsirkannya dengan memaksakannya agar sesuai dengan pendapat dan kehendaknya dan megarahkannya untuk memperkuat keyakinan yang ia anut, pemikiran yang ia Adopsi atau mazhab yang ia ikuti.
4.    RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ULUMUL QUR’AN
Dari definisi-defisnisi diatas dapat dapat dipahami bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa arab, seperti balagah dan ilmu i’rab Al-Qur’an, ilmu-ilmu yang tersebut definisi ini berupa ilmu tentang sebab turun ayat-ayat Al-Qur’an, urutan-urutannya, pengumulannya, penulisananya, qira’atnya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh, dan mansukhnya ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, ayat muhkamah dan mutasyabidiyah, hanyalah sebagai pembahasan pokok Ulumul Qur’an.
Demikian luas ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikan seperti luas yang tak terbatas. Al-Suyuthi memperluasnya sehingga memasukan astronomi, ilmu ukur, kedokteran, dan sebagainya kedalam pembahasan Ulumul Qur’an. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu Al-Arabi yang mengatakan bawa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat didalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab,  setiap kata didalam al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas dan tak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya (kata-katanya). Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Namu demikian, Ash-Shiddiq yang mengandung segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut :
Pertama, persoalan Nuzul. Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan dimekkah, yang disebut dengan makkiyah. Ayat-ayat yang diturunkan dimadinah disebut madaniyyah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada dikampung disebut Hadhariah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada dalam perjalanan disebut safariyah, ayat- ayat yang diturunkan disiang hari disebut Nahariyah, ayat-ayat yang diturunkan di malam hari disebut lailiyah, dan yang diturunkan ketika nabi ditempat tidur disebut firasyiah, yang diturunkan dimusim dingin disebut syitaih, yang diturunkan dimusim panas disebut syaifiyah.
Persoalan ini juga meliputi hal yang menyangkut sebab turunnya ayat. Yang mula-mula turun, yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang pernah diturunkan kepada seorang Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
Kedua, persoalan sanad, persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, yang ahad, bentuk-bentuk qira’at nabi, para penulis ayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada Al-Qira’ah (cara membaca Al-Qur’an ), hal ini mengangkat waqt (cara berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah madd  (bacaan yang panjang), takhfif hamzanh (meringankan bacaan hamzah), idgam (memasukan bunyi huruf yang sakin kepada huruf sesudahnya).
Keempat, pembaasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu tetang yang gharib (pelih), mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majas (mutafara), musytarah (lafal yang mengan dung lebih dari satu makna), muradif (sinonim), isti’arah (metapora), dan tasybih (penyerupaan).
Kelima, persoalaan Al-Qur’an yang bersangkutan dengan hukum yaitu yat yang bermakna, amm (umum), dan tetap dalam keumumannya, amm (umum) yang dimaksudkan khusus. Amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zahir, yang mujmal (bersifat global), yang mufashashal (dirinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang mafthum (makna yang berdasarkan pemahaman mutlaq terbatas).
Keenam, persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal, yaitu fashl (pisah), washl (hubungan), Ijas (singkat), Ithnab (panjang), Musawah (sama) dan Qashr (pendek).
Menurut T. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpokok.
1)         Ilmu Mawathin An-Nuzul: ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2)         Ilmu Tawarikh An-Nuzul; ilmu ini menjelaskan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan turunya sampai akhirnya serta urutan turunanya surah dengan sempurna.
3)         Ilmu Ashad Al-Nuzul; ilmu ini menjelaskan sebab-sebab urunnya ayat.
4)         Ilmu Qira’at; ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan.
5)         Ilmu Tajwid; ilmu ini menerangkan cara membaca al-Quran dengan baik.
6)         Ilmu Gharib Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa arab yang biasa atau tidak trdapat dalam percakapan sehari-hari.
7)         Ilmu I’rab Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan baris kata-kata al-Quran dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8)         Ilmu Wujuh Wa Al-Nasa’ir; ilmu ini menerangkan kata-kata al-Quran yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9)         Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih; ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwilkan).
10)     Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh; ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansyukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11)     Imu Bada’i Al-Qur’an ; ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraannya, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12)     Ilmu I’jaz Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat al-Quran sehingga dapat membungkamkan para sastrawan Arab.
13)     Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an ; ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara satu ayat dan ayat didepan dan yang dibelakangnya.
14)     Ilmu aqsam Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15)     Ilmu Amtsal Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan oleh Al-Qur’an.
16)     Ilmu Jidal Al-Qur’an; ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kaum musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari tuhan.
17)     Ilmu Adab Al-Qur’an; ilmu ini memaparkan tata cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.[4]
B.  HADIST SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM 
1.    PENGERTIAN HADIST
Hadist atau Al-Hadist menurut bahasa Al-Jadid yang artinya sesuatu yang baru lawan dari Al-Qadim (lama) artinya yang berarti menunjukan kepada waktu yang dekat atau waktu singkat. Hadist juga sering disebut dengan Al-Khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadist. [5]
Hadist dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut diatas dapat dilihat pada beberapa ayat Al-qur’an seperti Qs.At-thur (52):34, Qs.Al-kahfi (18):6, dan Qs.Ad-dhuha (93):11.
Sedangkan menurut istlah (terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Seperti pengertian hadist menurut ahli ushul akan bebeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadist. menurut ahli hadist, pengertian hadist ialah :
“segala perkataan nabi, perbuatan dan ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain:” sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau’’. Segabian muhaddisin berpendapat bahwa peengertian hadist diatas merupakan pengertian yang sempit dan menurut mereka hadist mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada nabi saw (hadist  marfu) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf) dan tabi’in (hadist maqtu’).
Para pakar islam membagi dua kehidupan Nabi Muhammad saw, atas dua bagian yaitu: pertama, kehidupan beliau sebelum menerima wahyu, mulai dari bayi, kanak-kanak, kemudian dewasa (baligh) sampai batas usia 40 tahun. Kedua, kehidupan Nabi Muhammad saw mulai dari menerima wahyupertam digoa hiro dalam usia kematangan sampai beliau wafat pada usia 63 tahun. Namun demikian, perkataan, perbuatan dan sikap beliau sepanjang hari sejak kecil hingga dewasa terpuji, sehingga kalangan sahabat dan kerabat beliau diberi gelar sebagai Al-amin (dapat dipercaya) kehadirannya kedunia ini bagaikan rahmatan lil alamin.
Nabi Muhammad sendiri semasa hidupnya memang melarang para sahabat beliau mencatat perilaku beliau kecuali hal-hal yang beliau katakan sebagai wahyu, hal ini untuk mencegah kerancuan antara hadist dengan Al-qur’an, namun kemudian para ahhli sejarah kembali menghimpunnya, baik dikalangan sunni maupun syiah.
Menurut Ahli Hadist, pengertan Hadist adalah segala perkataan nabi muhammad saw, perbuatan dan ihwalnya,. Adapun yang dimaksud dengan ihwal adalah segala yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan himmah, kerakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. [6]
Sebagai muhaddisin berpendapat bahwa pengertian haist diatas merupakan pengertian yang sempit, menurut mereka, hadist hadist mempunyai cakupan pengertian yang sangat luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw (hadist marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadist maukuf), dan tabi’in (hadist maqti’), sebagai mana yang disebut oleh Al-tarmizi;
‘’bahwasanya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu,yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtu’ yang disandarkan kepada tabi’in”
Menurut para ulama ushul fiqh, pengertian hadist menurut istilah ialah segala perbuatan, perkataan, taqrir Nabi muhammad saw yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
Yang dimaksud dengan taqrir disini ialah membenarkannya Nabi muhammad saw terhadap perbuata seorang sahabat yang dilakukan dihadapan beliau, atau yang diberitahukan kepada beliau tetapi beliau sendiri tidak menegur atau menyalahkannya.
Hadist juga disebut Sunnah, bahkan menurut jumhur ulama, sunnah merupakan Muradif (sinonim) dari hadist. Sunnah menurut bahasa mempunyai beberapa arti, seperti  jalan yang terpuji, jalan atau cara yang dibiasakan, kebalikan dari bid’ah serta apa yang diperbuat oleh sahabat, baik ada dasar dari dalam al-Quran, hadist, atau tidak.
Sunnah menurut istilah, sebagaimana yang dirumuskan oleh ulama ahli hadist  ialah segala yang dipindahkan dari Nabi Muhammad Saw, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, dan baik yang demikian itu terjadi sebelum masa kenabian atau sesudahnya. Sunnah dalam pengertian inilah, menurut jumhur ulama hadist yang merupakan muradif dari hadist.
Menurut rumusan ulama ushul fiqh, sunnah menurut istilah ialah segala yang dipindahkan dari Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir, yang mempunyai kaitan hukum.
2.         BENTUK-BENTUK HADIST
a.       Hadist Qudsiy
Hadist qudsiy ialah hadist yang disampaikan oleh rasullullah saw kepada para sahabat dalam bentuk wahyu,  akan tetapi  wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Al-Qur’an.
Ciri-ciri hadist qudsiy:
1)    Ada redaksi hadist qala-yaqulu allahu
2)    Ada redaksi fi ma rawa/ yarwihi ‘anillahi fabaraku wata’ala
3)    Redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah selesai menyebut rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat. Contoh hadist qudsiy.
“Dari Abi Dzar, dari Nabi saw, Allah swt berfirman :”wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharamkan kedzaliman pada diri-Ku, (lebih kerena itu) Aku menjadikannya diantara kamu sekalian hal-hal yang diharamkan, maka dari itu janganlah kalian berbuat dzalim” (HR. Muslim).
b.      Hadist Qauli
Hadist qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan atau pun ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, atau lainnya.
c.       Hadist Fi’li
Yang dimaksud dengan fi’li ialah segala yang disandarkan kepada Nabi saw berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadist tentang shalat atau haji.
d.      Hadist Taqriri
Hadist taqriri adalah segala yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi saw membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik megenai pelakunya maupun perbuatannya.
e.      Hadist Hammi
Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan Nabi saw yang belum terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa 9 Asyura, didalam riwayat Ibnu Abbas, disebutkan;
“Ketika Nabi Saw berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata ,: Ya Rasullullah hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Nabi  Bersabda, “tahun yang akan datang insya’allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Nabi Muhammad Saw belum sempat merealisasikan keinginannya, kerena beliau wafat sebelum bulan Asyura. menurut imam Syafi’i dan para pengikutnya, menjalankan hadst ini disunnahkan sebagaimana sunah-sunah lainnya.
f.        Hadist Ahwali
Yang dimaksud hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi Saw yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. tentang keadaan fisik Nabi Muhammad Saw dalam beberapa hadist disebutkan bahwa tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. sebagaimana yang dikatakan oleh Al-bara dalam sebuah hadist riwayat bukhari sebagai berikut : “Rasullullah saw adalah manusia yang sebaik-baik rupa dan tubuh, keadaan fisiknya tidak terlalu tinggi dan pendek.” (HR. Bukhari).
3.         Unsur-unsur Hadist
a.       Sanad
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran. sedangkan menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru Bin Jama’ah dan Al-thiby menyatakan bahwa sanad adalah berita tentang jalan matan. dan ada juga yang menyatakan silsilah para perawi yang memikulkan hadist dari sumbernya yang pertama.
b.      Matan
Matan menurut bahasa mairtafa’amin al-ardhi (tanah yang ditinggalkan), sedangkan menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad. Ada juga yang menyebutkan bahwa matan adalah lafadz-lafadz yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. Dari semua pengertian tersebut menunjukan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafadz hadist itu sediri.
c.       Rawi
Rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadist.
4.    Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran
Dalam kitab suci al-Quran terdapat ayat-ayat yang tidak jelas maksudnya. ayat-ayat yang sepert ini memerlukan penjelasan. Penjelasan diberikan oleh Rasullullah saw, melalui hadist /sunnah-sunnahnya. Oleh kerena itu fungsi hadist terhadap al-Quran ialah lil bayan atau untuk memeberikan penjelasan.
meurut pendapat sy-syafi’i, ada lima macam bayan atau penjelasan yang diberikan oleh hadist kepada al-Quran, yaitu:
a.       Bayan tafshil : penjelasan untuk menjelaskan ayat-ayat mujmal atau ayat-ayat yang sangat ringkas petunjuknya.
b.      Bayan takhshish : penjelasan untuk menentukan suatu dari ayat yang sangat umu sifatnya.
c.       Bayan ta’yin : penjelasan untuk menentukan mana yang sesungguhnya dimaksud dari dua atau tiga erkara yang mungkin dimaksudkan.
d.      Bayan tasyri’ : penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam al-Quran.
e.      Bayan nasakh : penjelasan untuk menentukan mana yang mengganti dan yang mana yang diganti dari ayat-ayat yang terlihat seperti berlawanan.
5.    Beberapa petunjuk dan ketentuan umum dalam memahami hadist
a.         Memahami hadist sesuai petunjuk Al-Qur’an
b.        Menghimpun hadist-hadist yang  terjalin dalam tema yang sama
c.         Menggabungkan antara hadist-hadist yang tampaknya bertentangan
d.        Memahami hadist dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya serta tujuannya ketika di ucapkan
e.        Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan sasaran yang tetap.
f.          Membedakan antara ucapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat majas (kiasan) dalam memahami hadist.
g.         Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis
BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Al-Quran dan al-hadist adalah sebagai sumber ajaran agama islam yang telah ditinggalkan oleh rasullullah saw, yang merupakan segala macam cara untuk memecahkan semua permasalahan yang ada sepanjang hidup manusia.
Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai akhir zaman nanti. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga sebagai peringatan bagi ummat manusia, juga sebagai pembeda atas Nabi Muhammad terhadap Nabi-Nabi sebelumnya.
Sedangkan Al-hadist adalah segala sesuatuyg mengenai perbuatan maupun perkataan Rasullullah saw dan yang menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari beberapa unsur diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist itu sendiri adalah: untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang penjelasannya bersifat umum.
B.    SARAN
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mohon maaf. Dan kami sangat berharap atas kritikan dan saran yang bersifat membangun. mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan khususnya bagi kami sebagai penulis.




[5] Mudasir, H. 1999, Ilmu Hadist,  Bandung,  CV. Pustaka Setia. Hal. 2

[6] Mudasir, H. 1999, Ilmu Hadist,  Bandung,  CV. Pustaka Setia. Hal. 14

[1] Faridl Miftah,  – Syihabuddin Agus, 1989, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang Pertama, Bandung : Pustaka. Hal. 4

[2] Faridl Miftah,  – Syihabuddin Agus, 1989, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang Pertama, Bandung : Pustaka  hal. 1-2.

[3] Ramli Abdul Wahid. H. 1996, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal . 18
[4] Ramli Abdul Wahid. H. 1996, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 10- 13 dan hal 24-26